Suku Bugis merupakan suku yang tergolong ke dalam suku-suku
Deutero-melayu, atau Melayu muda. masuk ke Nusantara setelah gelombang migrasi
pertama dari daratan Asia tepatnya Yunan. Kata ‘Bugis’ berasal dari kata To
Ugi, yang berarti orang Bugis. Penamaan ‘ugi’ sendiri merujuk pada nama raja
pertama kerajaan Cina (bukan negara Tiongkok, tapi salah satu daerah yang
terdapat di jazirah Sulawesi Selatan tepatnya Kecamatan Pammana Kabupaten Wajo
saat ini) yaitu La Sattumpugi.
Ketika rakyat La Sattumpugi menamakan dirinya, maka mereka
merujuk pada raja mereka. Mereka menjuluki dirinya sebagai To Ugi atau
orang-orang/pengikut dari La Sattumpugi. La Sattumpugi adalah ayah dari We
Cudai dan bersaudara dengan Batara Lattu, ayahanda dari Sawerigading.
Sawerigading sendiri adalah suami dari We Cudai dan
melahirkan beberapa anak termasuk La Galigo yang membuat karya sastra terbesar
didunia dengan jumlah kurang lebih 9000 halaman folio. Sawerigading Opunna Ware
(Yang dipertuan di ware) adalah kisah yang tertuang dalam karya sastra I La
Galigo dalam tradisi masyarakat Bugis. Kisah Sawerigading juga dikenal dalam
tradisi masyarakat Luwuk Banggai, Kaili, Gorontalo dan beberapa tradisi lain di
Sulawesi seperti Buton.
Dalam perkembangannya, komunitas ini berkembang dan
membentuk beberapa kerajaan lain. Masyarakat Bugis ini kemudian mengembangkan
kebudayaan, bahasa, aksara, pemerintahan mereka sendiri. Beberapa kerajaan
Bugis klasik dan besar antara lain Luwu, Bone, Wajo, Soppeng, Suppa dan Sawitto
(Kabupaten Pinrang), Sidenreng dan Rappang. Meski tersebar dan membentuk etnik
Bugis, tapi proses pernikahan menyebabkan adanya pertalian darah dengan
Makassar dan Mandar. Saat ini orang Bugis tersebar dalam beberapa Kabupaten
yaitu Luwu, bone, Wajo, Soppeng, Sidrap, Pinrang, Sinjai, Barru. Daerah
peralihan antara Bugis dan Makassar adalah Bulukumba, Sinjai, Maros, Pangkajene
Kepulauan. Daerah peralihan Bugis dengan Mandar adalah Kabupaten Polmas dan
Pinrang.
Karena masyarakat Bugis tersebar di dataran rendah yang
subur dan pesisir, maka kebanyakan dari masyarakat Bugis hidup sebagai petani
dan nelayan. Mata pencaharian lain yang diminati orang Bugis adalah pedagang.
Selain itu masyarakat Bugis juga mengisi Birokrasi pemerintahan dan menekuni
bidang pendidikan.
Konflik antara kerajaan Bugis dan Makassar serta konflik
sesama kerajaan Bugis pada abad 16,17,18 dan 19, menyebabkan tidak tenangnya
daerah Sulawesi Selatan. Hal ini menyebabkan banyaknya orang Bugis bermigrasi
terutama didaerah pesisir. Komunitas Bugis hampir selalu dapat ditemui di
daerah pesisir di nusantara bahkan sampai ke Malaysia, Filipina, Brunei dan
Thailand. Budaya perantau yang dimiliki orang Bugis didorong oleh keinginan
akan kemerdekaan.
0 komentar:
Posting Komentar